Jakarta - Fesyen dan wanita memang tidak bisa dipisahkan. Terlebih lagi, menurut The State of Global Islamic Economy (SGIE), Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar ketiga di dunia, menawarkan peluang yang lebih besar lagi di pasar fesyen Muslim dalam negeri.

Penggunaan kain penutup kepala, yang dikenal sebagai hijab atau jilbab, yang sebelumnya tidak lebih dari sekadar penutup aurat dan item fashion biasa, kini telah menjadi produk yang populer di kalangan wanita Muslim dan berkembang pesat, dengan beragam corak, motif, warna, bahan, dan model.

Dengan perkembangannya, produk fashion yang satu ini telah mampu membuat penggunanya tetap bergaya dan cantik, tidak hanya dengan fungsinya sebagai penutup aurat, namun juga dengan memadupadankannya dengan berbagai gaya yang menarik sesuai dengan keinginan muslimah, namun tetap mengedepankan fungsi sebagai prioritas. tetap mengedepankan fungsi sebagai prioritas.

Melihat peluang pasar yang begitu besar untuk fashion hijab, salah satu pelaku bisnis hijab instan bernama Lardina Asdianti menceritakan awal mula ia memulai bisnisnya pada tahun 2017.

Memanfaatkan pinjaman sebesar R5 juta dari kakaknya, Dina, yang akrab disapa Dina, memulai perjalanannya di dunia fesyen muslim dengan produk utama hijab instan melalui sistem pre-order (PO), dan kemudian berlanjut dengan menawarkan hijab dalam bentuk ready stock.

Inspirasi diambil dari para influencer dengan gaya busana yang beragam, namun dari segi suplai, ragam produk hijab dan aksesoris yang ada di pasaran masih sedikit.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ia menginjak pedal gas dan terus maju.

“Pegangan pertama saya meminjam uang sebesar R5 juta dari saudara saya, yang langsung saya kembalikan karena ternyata sudah tutup dari PO pertama. Kemudian saya rintis lagi dari awal dengan menggunakan uang yang ada keuntungan,” jelasnya.

Melihat respon pasar yang positif, Dina semakin termotivasi untuk meningkatkan inovasi produk. Salah satu rancangannya yang sempat viral di masa awal pandemi adalah jilbab dengan fitur akses lubang masker.

“Video tersebut ditonton sebanyak tujuh juta kali di TikTok. Dan itu diterima di pasar dan terbukti bermanfaat bagi penjual lainnya. Karena hal itu memberi kami kesempatan untuk membuat desain yang sama.

Dinamakan Winonamodest, bisnis hijab instan ini berfokus pada produk dan aksesoris hijab yang inovatif. Merek ini secara teratur mengeluarkan produk inovatif seperti kerah turtleneck palsu yang dapat menutupi dada, turban instan, masker pashmina, dan jilbab instan yang mudah dibawa bepergian.

“Kami membuat produk yang menarik dan tidak terlalu biasa.

Produksi Dina melibatkan tim inti yang terdiri dari tujuh orang yang bertanggung jawab atas produksi dan puluhan mitra yang menjahit rancangannya, yang sebagian besar adalah para ibu.

“Para ibu di rumah diberdayakan untuk menjadi bagian dari tim jahit.

Pemasaran produk

Dina, yang memiliki rangkaian produk hijab berkonsep instan, mengidentifikasi penggunaan jasa influencer mikro dan menengah sebagai salah satu strategi pemasarannya.

Saya pikir mereka memiliki dampak yang lebih besar. Produk kami tidak hanya sekedar ikut-ikutan, misalnya, dipromosikan oleh influencer tertentu dan diikuti oleh influencer lainnya.

Dari promosi ini, perusahaan juga percaya bahwa hal ini dapat meningkatkan permintaan yang berkelanjutan.

Selain itu, Dina juga memanfaatkan platform pasar digital (e-commerce), situs web, berbagai platform media sosial, dan toko mini di daerah Harapan Indah, Bekasi, untuk memamerkan produk desainnya.

“Toko mini ini,” katanya, ”diperuntukkan bagi pelanggan yang ingin tahu seperti apa produknya, mencobanya dan datang ke sana.

Menurut wanita yang telah berhasil mendapatkan pendanaan dari salah satu perusahaan agregator merek di Indonesia ini, pemasaran dan branding adalah salah satu hal penting untuk membuat produknya lebih dikenal luas, terutama karena bisnisnya dapat selalu berkembang dan meningkatkan jenis fokus inovasi.

“Jika produknya bagus tapi tidak ada yang tahu, siapa yang akan membelinya?

Kisaran harga hijab instan Winonamodest adalah sekitar Rp 70-200.000. Ia juga mampu menjual rata-rata 2.000 hijab per bulan, dengan omzet per bulan mencapai Rp 180 juta. Produknya yang paling populer adalah hijab instan.

“Kebetulan Winona mencari celah melalui jalur inovasi hijab instan. Jadi ini adalah caranya. Konsep instan bisa diterima karena memang instan,” jelasnya.

Keringatnya pun terbayar, namun ia tidak pernah melupakan momen ketika ia bisa menjual produk fesyen pertamanya yang merupakan hasil rancangannya sendiri.

“Saya sangat senang ketika ada yang memesan satu gaun saja dan ternyata pesanannya berada di dekat rumah saya. Saya mengantarkannya sendiri dengan menggunakan sepeda motor dan itu adalah pertama kalinya seseorang membelinya dari saya dan saya sangat senang,” jelasnya, suaranya bergetar.

Dari pengalaman ini, Dina belajar bahwa dalam membuat sebuah produk, kita tidak hanya harus memikirkan apa yang baik untuk si pembuat, tetapi juga apa yang baik untuk konsumen.

Ia juga menyarankan kepada siapa pun yang ingin memasuki dunia bisnis untuk percaya diri dengan ide mereka, menemukan keunikan dari ide mereka dan tidak takut untuk tampil beda.

“Ada pasar yang unik di luar sana, jadi jangan takut untuk tampil beda dan jalani saja.